Konspirasi dalam Sejarah

Kata konspirasi mudah dicari dalam kamus. Artinya kurang lebih persekongkolan atau berkomplot. Konspirasi sering dikonotasikan negatif mengingat yang sering ditonjolkan adalah situasi yang melibatkan banyak proses lain seperti manipulasi, agitasi, kamuflase, reduksi informasi dan sebagainya.
Catatan sejarah dunia penuh dengan peristiwa yang disebut-sebut sebagai sebuah konspirasi. Perbuatan jahat warga Mekkah saat hendak membunuh Muhammad di malam Hijrah disebut sebagai konspirasi. Pembunuhan Presiden AS – John F. Kennedy – 1963, ditengarai akibat suatu konspirasi. Di Indonesia, hancurnya PKI pasca G 30 S dinilai oleh beberapa pihak sebagai suatu tindakan konspirasi. Bahkan, peristiwa krisis ekonomi global 1998 – disebut-sebut sebagai perbuatan konspirasi global yang dilakukan oleh Soros dkk. Dalam bidang hukum kasus Bibit/Chandra serta kasus mantan Ketua KPK Antasari Azhar – disinyalir kuat beraroma konspirasi. (Sekedar catatan : dalam dokumen polisi dan kejaksaan selalu digunakan istilah “persekongkolan” bukan konspirasi, meski menurut kamus artinya tidak berbeda).
Maka, lengkaplah sudah stempel buruk yang dilekatkan pada kata konspirasi.
Padahal, setidaknya ada satu peristiwa dalam sejarah Indonesia yang menurut saya sebuah konspirasi, tetapi tidak berkonotasi negatif. Peristiwa itu adalah PRRI / Permesta. Sekali lagi, ini menurut saya pribadi – yang barangkali sedikit berbeda dengan versi sejarah resmi.
Diawali dengan hasil Konferensi Meja Bundar di Den Haag yang mengharuskan Belanda menyerahkan Tanah Papua kepada Indonesia dalam 10 tahun. Namun pembicaraan mengenai Papua selalu dihindari oleh Belanda. Semua cara-cara diplomasi telah dilakukan pihak Indonesia, tak satupun berhasil. Pihak Belanda mengulur-ulur waktu, bahkan memperkuat armada laut dan daratnya di tanah Papua.
Tentu saja hal ini membuat Soekarno gerah, begitu juga dengan para diplomat Indonesia dan bapak bangsa yang lain. Papua adalah harga mati, bagian dari wilayah Republik Indonesia! Maka Soekarno memberi nama baru pada pulau tersebut yaitu – Irian Barat. Semangat yang merebak di era 50-an adalah “merebut kembali Irian Barat” dan mengusir kolonialis Belanda selama-lamanya dari Asia Tenggara. Dengan cara apapun!?Indonesia adalah dari Sabang sampai Merauke, tak cukup hanya sampai Kupang dan Ternate.
Pilihan lain setelah proses diplomatik gagal adalah dengan kekerasan – perang!
Sayangnya, semua pemimpin negeri ini sadar betul bahwa TNI saat itu hanya memiliki modal semangat, bukan senjata. Ini masalah besar. Tak mungkin berperang dengan senjata peninggalan PD II sisa rampasan dari Jepang atau sisa Agresi II Belanda yang dibantu Sekutu.
Dan republik ini saat itu terlalu miskin untuk membeli persenjataan dalam jumlah yang memadai, apalagi ada hambatan diplomatis dengan pihak AS dan Inggris yang bersikap melindungi kepentingan Belanda, sehingga kita tidak bisa berhutang membeli senjata dari mereka untuk digunakan melawan sekutu mereka sendiri.
Berlakulah hukum politik : musuh dari musuhmu adalah kawanmu.
Kemana lagi Soekarno mencari persenjataan selain kepada musuh laten AS yaitu Uni Sovyet? Walaupun dengan konsekuensi di dalam negeri sendiri PKI menjadi lebih subur dan kuat, namun demi sebuah cita-cita besar hal itu tetap dilakukan. Itupun terbatas juga, senjata yang diperoleh masih jauh dari mencukupi.
Demi sebuah Pulau yang menjadi obsesi saat itu – maka terjadilah kronologis berikut ini :
20 Desember 1956 : Pembentukan Dewan Banteng di Sumatera, dipimpin oleh Letkol Ahmad Hussein. Gerakan ini disusul oleh Dewan Gajah di Sumatera Utara yang dipimpin Kolonel M. Simbolon. Selanjutnya muncul Dewan Garuda di Sumatera Selatan yang dikomdani Letkol Barliandan Dewan Manghuni di Sulawesi Utara oleh Letkol Vence Samuel. Yang digembar-gemborkan oleh gerakan ini adalah permintaan hak otonomi dan pemerataan.
Gerakan ini memperoleh banyak simpati. Namun belum cukup mampu menggerakkan Amerika untuk membantu. Maka Soekarno semakin mendekat ke kubu kiri, hingga situasi semakin memanas karena Amerika mulai merasa cemas. Telinga agen-agen CIA yang terus memantau kondisi RI mulai tegak berdiri.
18 November 1957 : diadakanlah Rapat Umum Pembebasan Irian Barat di Jakarta. Soekarno kembali menggertak Belanda untuk hengkang dari tanah Papua. Dibantu dengan kekuatan PKI saat itu maka, pada 22 Desember 1957 terjadilah Pemogokan Buruh di seluruh perusahaan Belanda di Indonesia.
Museum Bank Mandiri - dahulu Gedung Escompto
Belum puas dengan hal ini, Soekarno pada awal tahun 1958 menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia, diantaranya percetakan de Unie, Bank Escompto (N.I.Escompto Mij ) yang merupakan Bank yang dipercayai para pengusaha perkebunan sejak 1857, dan berbagai perusahaan pertambangan dan perkebunan milik Belanda lainnya.
Genting!! Itulah yang dilaporkan di berita-berita dan disiarkan kemana-mana. Apalagi setelah  pada tanggal 10 February 1958 dibentuk Front Pembebasan Irian Barat.
Dalam waktu seminggu setelah Front terbentuk ada 2 peristiwa penting yang mengiringinya, yaitu deklarasi Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra Barat pada 15 February 1958, serta proklamasi Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) - 17 February 1958 – di Sulawesi Utara. Semua deklarator menyatakan melepaskan diri dari pemerintah pusat Jakarta.
Saya termenung kalau membaca episode ini. Saat itu posisi CIA di Indonesia ibarat kucing lapar yang telah lama menunggu mangsa, kemudian tiba-tiba ada umpan gurih melintas di depan mata. Bagaimana kucing CIA bisa tahan menghadapi?. Maka Amerika segera mengirimkan Armada Ke-7 mendekati perairan Indonesia, dan agen-agennya gesit mencari kontak. Tak tanggung-tanggung, Amerika mensuplai banyak persenjataan untuk mengimbangi langkah Soekarno yang kembali meminta bantuan Sovyet melengkapi persenjataan TNI menghadapi “pemberontakan” di berbagai daerah di Indonesia.
Dan – menurut saya – bukanlah kebetulan jika barisan PRRI disokong oleh Mr. Syafrudin, Moh. Natsir, Syahrir dan bahkan Bung Hatta. Nama-nama yang jelas bersebrangan dengan PKI yang didukung penuh Sovyet.
Jadilah saat itu (dalam tempo satu bulan saja) Indonesia kebanjiran senjata. Itulah kenyataannya!!
Pesawat B-26 TNI AU siap 'menumpas' PRRI (dok. TNI AU)
Operasi militer memang digelar sungguh-sungguh oleh Jendral Ahmad Yani, Maret 1958. Tetapi, apa yang terjadi?
CIA mencatat, pasukan PRRI sepertinya “ogah-ogahan” melawan TNI!
Dan dalam tempo tidak sampai setengah bulan, pergerakan PRRI / Permesta berhasil “ditumpas”.
Itulah yang disebut dengan pepatah : Sekali merengkuh gayung, dua tiga pulau dilampaui.
Jadi, siapa yang berkonspirasi? Apakah CIA berkonspirasi dengan Vence Samuel, Barlian atau Ahmad Hussein untuk melakukan kudeta?Ataukah sebenarnya telah disusun “konspirasi tingkat tinggi” antara Panglima Tertinggi – Presiden Soekarno – dengan para perwira menengah dan bapak-bapak pendiri bangsa ini ??
Apakah Amerika mengira, seorang Kolonel atau Letnan Kolonel yang telah makan asam garam perjuangan kemerdekaan di era ’45 – ’50 mau mengkhianati negara? Apakah mungkin seorang Hatta, Natsir, Syafrudin benar-benar akan makar?
Itulah pengorbanan yang dilakukan bapak-bapak pendahulu kita. Demi sebuah tujuan yang disepakati, mereka telah berkorban apa saja. Sejarah takkan ditulis ulang, walaupun Soekarno telah memberi amnesti kepada para “pemberontak” PRRI/Permesta, tetapi sepanjang sejarah bapak-bapak pejuang itu akan tetap dicap pernah memberontak, dan itu suatu cela yang luar biasa.
Pengorbanan pahlawan sejati. Demi mempersenjatai TNI, para perwira itu telah mengorbankan nama baik – selamanya. Beberapa penduduk menjadi korban “pertempuran” dan penjarahan, jalan dan jembatan menjadi korban “pemboman” pasukan Ahmad Yani. Usulan agar Dr, Mohammad Natsir dianugerahi gelar “Pahlawan Nasional” bahkan sempat terganjal karena beliau pernah terlibat pemberontakan PRRI.
Akhirnya – 2 January 1962 – Operasi Mandala digelar. Operasi Pembebasan Irian Barat. Dengan 11 kapal selam kiriman Uni Sovyet, sejumlah pesawat dan fregat, serta ribuan pucuk senjata campur aduk made in USSR dan made in USA. Indonesia tidak kekurangan bahan bakar setelah nasionalisasi perusahaan minyak Belanda.
Justru Belanda di Papua menciut nyalinya. Mereka tidak mempunyai dukungan logistik untuk perang jangka panjang. Sedangkan Indonesia punya segalanya saat itu : senjata dan semangat mengusir kolonial.
Dan yang paling merah wajahnya adalah kucing CIA. Mereka tertipu mentah-mentah di tahun 1958, namun malu untuk mengakui… CIA hanya mencatatnya sebagai “percobaan kudeta yang gagal di tahun 1958!”Konspirasi mereka termakan konspirasi yang lebih luhur.

0 comments:

Post a Comment

 

Blogger news

Blogroll

About